Welcome Comments Pictures

14 Aug 2012

Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu ?

cerpen karya Hamsad Rangkuti


Seorang wanita muda dalam sikap yang mencurigakan berdiri di pinggir geladak sambil memegang terali kapal. Dia tampak  sedang bersiap siap hendak melakukan upacara bunuh diri, melompat dari lantai kapal itu. Baru saja ada di antara anak buah kapal berusaha mendekatinya, mencoba mencegah perbuatan nekad itu, tapi wanita muda itu mengancam akan segera terjun kalau sampai anak buah kapal itu mendekat. Dengan dalih agar bisa memotretnya dalam posisi sempurna kudekati dia sambil membawa kamera. Aku berhasil memperpendek jarak dengannya. Sehingga tegur sapa di antara kami bisa terdengar.

“Tolong ceritakan sebab apa kau ingin bunuh diri?” kataku memancing perhatiannya.

Dia tak beralih menatap ke kejauhan laut. Di sana ada sebuah pulau. Mungkin impiannya telah retak menjadi pecah dan sudah tak bisa lagi untuk di rekat.

“Tolong ceritakan penyebab segalanya, biar ada bahan untuk ku tulis.”

Wanita itu membiarkan sekelilingnya. Angin mempermainkan ujung rambutnya. Mempermainkan ujung lengan bajunya. Dan tampak kalau dia telah berketetapan hati untuk mengambil sebuah keputusan nekad. Tiba-tiba dia melepas sepatunya. Menjulurkannya kelaut.

“Ini dari dia” katanya dan melepas sepatu itu. Sepatu itu jatuh mendekati ombak, kuabadikan dalam kamera.

Kemudian dia meraba jari tangan kirinya. Di sana ada sebentuk cincin. Sinar matahari memantul memancarkan kilaunya. Mata berliannya membiaskan sinar tajam. Dikeluarkan cincin itu dari jari manisnya. Di ulurkannya melampaui terali. Ombak yang liar menampar dinding kapal. Tangan yang menjulurkan cincin itu sangat mencemaskan.

“Ini dari dia” katanya, dan melepas cincin itu.

“Semua yang ada padaku, yang berasal darinya, akan kubuang ke laut. Sengaja hari ini kupakai semua yang pernah dia berikan kepadaku hanya untuk ku buka dan kubuang satu persatu ke laut. Tak satu pun benda-benda itu yang kuizinkan melekat di tubuhku saat aku telah menjadi mayat di dasar laut. Biarkan aku tanpa bekas sedikit pun  darinya. Inilah saat yang tepat membuang segalanya ke laut, dari atas kapal yang pernah membuat sejarah pertemuan kami.”

Wanita itu mulai melepas kancing2 bajunya, melepaskan pakaiannya, dan membuang satu persatu ke laut. Upacara pelepasan benda yang melekat di tubuhnya dia akhiri dengan melepas penutup bagian akhir tubuhnya. Membuang nya kelaut.

“Apapun yang berasal darinya, tidak boleh ada yang melekat di jasadku, saat aku sudah menjadi mayat, di dasar laut. Biarkan laut membungkus jasadku seperti kain pembungkus mayat. Biarkan asin airnya menggarami tubuhku tanpa sehelai benang penyekat”

Wanita telanjang itu mengangkat sebelah kakinya melampaui terali, bersiap-siap membuang dirinya ke laut. Kamera kubidikan ke arahnya. Di dalam lensa terhampar pemandangan yang fantastis! Wanita muda, dalam ketelanjangannya, berdiri di tepi geladak dengan latar ombak dan burung camar. Sebuah pulau berbentuk bercak hitam di kejauhan samudera terlukis di sampingnya dalam bingkai lensa. Sebelum melompat, dia menoleh kearahku, seperti ada sesuatu yang terbersit di benaknya yang hendak dia sampaikan kepadaku, sebelum dia melompat.

“Ternyata tak segampang itu membuang segalanya” katanya, “Ada sesuatu yang tak bisa di buang begitu saja”

Dia diam sejenak. Memandang bercak hitam di kejauhan samudera. Dipandanginya lengkung langit agak lama, lalu bergumam: “Bekas bibirnya, bekas bibirnya tak bisa ku buang begitu saja.”
Dia berpaling ke arahku. Tatapannya lembut menyejukkan. Lama, dan agak lama mata itu memandang dalam tatapan yang mengambang.

“Maukah kau menghapus bekas bibirnya di bibirku dengan bibirmu?” katanya ragu.

Aku tersentak mendengar permintaan itu. Sangat mengejutkan dan rasanya tak masuk akal diucapkan olehnya. Permintaan itu terasa datang dari orang yang sedang putus asa. Kucermati wajahnya dalam lensa kamera dan mendekat. Pemulas bibir dengan warna merah tembaga dengan sentuhan warna emas, memoles bibirnya, menyiratkan gaya aksi untuk kecantikan seulas bibir.

“Tidak akan aku biarkan bekas itu terbawa ke dasar laut. Maukah kau menghapus bekas bibirnya di bibirku dengan bibirmu? Tolonglah. Tolonglah aku meleyapkan segalanya.”

Orang orang yang terpaku di pintu pantai berteriak kepadaku.

“Lakukanlah! Lakukanlah!

Seorang muncul di pintu geladak membawa selimut terurai, siap menutup tubuh wanita telanjang itu.

“Tolonglah! Tolonglah aku menghapus segalanya. Jangan biarkan bekas itu tetap melekat di bibirku dalam kematianku di dasar laut. Tolonglah.”

“Lakukanlah! Lakukanlah!” teriak orang-orang yang menyaksikan dari pintu geladak.

Aku hampiri wanita itu, orang yang membawa selimut itu berlari kearah kami. Menyelimuti kami dengan kain yang terurai itu. Di dalam selimut ku cari telinga wanita itu.

“Masih adakah bekas bibirnya di bagian lain tubuhmu yang harus kuhapus dengan bibirku?” bisikku.
End.

 bpk. Hamsad Rangkuti saat berkunjung ke SMAN 4 Kota Jambi
Hamsad Rangkuti (lahir di Medan, Sumatera Utara, 7 Mei 1943; umur 67 tahun) adalah seorang sastrawan  Indonesia. Ia sangat dikenal luas masyarakat melalui cerita pendek (cerpen). Gaya penulisan Hamsad yang khas: realistis, deskriptif, fan kaya detail, seakan-akan membawa pembacanya masuk pusaran kisah-kisah yang apik, menarik, sekaligus menggelitik. Cerpen-cerpennya dimuat dalam berbagai harian dan majalah, terbitan dalam dan luar negeri. Bahkan beberapa di antaranya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman, antara lain dimuat dalam New Voice in Southeast Asia Solidarity (1991), Manoa, Pasific Journal of International Writing, University of Hawaii Presss (1991, Beyond The Horison, Short Stories from Contemporary Indonesia, Monash Asia Institute, Jurnal Rima, Review of Indonesia and Malaysia Affairs, University Sydney. Vol. 25,1991. Cerpen-cerpennya juga termuat dalam beberapa antologi cerita pendek mutakhir, antara lain Cerpen-cerpen indonesia Mutakhir, editor Suratman Markasam, 1991. 

 bpk. Freddy Hatta (sastrawan Indonesia) saat berkunjung ke SMAN 4 Kota Jambi

No comments:

Miss You Comments Pictures